Kembalikan Moralitas Keluarga dengan Berislam

Kembalikan Moralitas Keluarga dengan Berislam


DI KALANGAN Arab jahiliyah dikenal empat macam perkawinan;
Pertama, seorang pria meminang seorang wanita pada keluarganya. Lalu dikawinkan.
Kedua, seorang suami yang tak punya akan, menyuruh isterinya memperdagangkan dirinya kepada pria lain (istib’adh).
Ketiga, sejumlah pria (kurang dari sepuluh orang) menggauli seorang wanita. wanita itu memilih salah seorang dari pria yang menggaulinya tersebut sebagai ayah dari anak yang dilahirkannya.
Keempat, sejumlah pria menggauli seorang wanita. Ahli keturunan (orang yang mengerti tentang nasb/silslah keturunan) menentukan salah seorang dari pria yang menggauli wanita itu sebagai ayah dari anak yang dilahirkan wanita itu).
Keindahan Islam
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. 'Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (mitsaqon gholidho), sebagaiman firman Allah Ta'ala.
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fitrahnya.
Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta'ala.
Karena itu, sesungguhnya pernikahan adalah cara Allah menyelamatkan dan menjaga kehormatan wanita dan kaum perempuan.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." [Ar-Ruum : 30].
Maka bayangkanlah jika Islam tak menjaga wanita. Betapa banyak lahir anak-anak dari pria yang tidak jelas. Bukankah hal itu justru meremehkan dan mengina wanita dan kaum perempuan seolah mereka bak hewan yang tak memiliki akal?
Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
Artinya; “Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." [Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya:
Artinya: “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya." [Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu].
Selain itu, dengan Islam, kita jadikan semua hidup ini sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Karena itu, dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, bahkan termasuk hubungan intim atau menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Artinya: "Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!" Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya: "Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?" Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?"Jawab para shahabat: "Ya, benar". Beliau bersabda lagi:"Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!". [Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih].
Itulah cara Islam menjaga harkat dan martabat manusia agar tak menjadi hina. Bagi Islam, lebih mulia pulang ke rumah untuk menyenangkan suami daripada berada di jalanan dengan pria/wanita bukan muhrim dan tidak halal.
Dan yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Maka, bayangkanlah jika semua orang boleh bebas memilih dan wanita boleh tidur dengan siapa saja yang ia pilih tanpa ada ikatan pernikahan. Akankah dari rahimnya ia dapatkan anak-anak yang sholeh yang kelak bisa membawa agama ini untuk kemaslahatan dunia dan seisinya? Jawabannya, sungguh mustahir kader-kader berkualitas ruhaninya datang dari rahim campur-aduk dan tidak halal.
Nah, tak ada jalan lain, kecuali kita kembali pada Islam, ajaran yang mengatur hidup dan kehidupan sesudah mati –termasuk urusan rumah tangga— dengan indah dan penuh keindahan.*
Asrir Sutanmaradjo. Penulis orangtua, tinggal di Bekasi

www.hidayatullah.com

0 Komentar:

Posting Komentar