Saatnya Jatuh Cinta



APAKAH Anda masih bernasib seperti Siti Nurbaya atau menikah tanpa diawali dengan cinta atau malah kehilangan cinta “di tengah jalan”, inilah saatnya Anda kembali jatuh cinta pada pasangan Anda!
Kata orang cinta itu bisa datang kapan saja dan menguap kapan saja. Namun demikian, dalam pernikahan tentu “kata orang” ini sudah tak dapat dijadikan rujukan lagi. Kita bukan lagi ABG yang sedang mengalami cinta sesaat dan cinta pun bukan “Jelangkung” yang datang tak dijemput pulang tak diantar.
Dijemput dan Dirawat
Dalam pernikahan jatuh cinta dan selalu dalam keadaan jatuh cinta adalah kondisi yang harus selalu diusahakan. Begitupun, cinta harus selalu dijemput dan diantarkan dengan segenap ketulusan bila kelak maut memisahkan. Dalam pernikahan, cinta bukanlah sesuatu yang jatuh bagaikan durian runtuh atau menunggu nasib baik yang sedang berpihak.
Karena, dalam berumahtangga, cinta adalah sesuatu yang harus diusahakan dan bila telah hadir, maka keharusan berikutnya adalah merawatnya. Layaknya orang yang tengah mengusahakan, maka yang harus bertindak pertama kali tentu haruslah berasal dari diri kita sendiri.
Cinta akan tumbuh manakala kita berusaha untuk menghadirkan cinta, melalui apa-apa yang kita usahakan. Menjadi pribadi yang layak untuk dicintai tentu adalah pilihan tak dapat ditawar lagi. Bagaimana mungkin kita menjadi pribadi yang layak dicintai, manakala kita tidak dapat menunjukkan betapa berharganya cinta yang kita miliki, sekaligus betapa ruginya bila cinta itu tak disambut oleh pasangan kita.
Bila kondisi seperti inilah yang berusaha kita hadirkan, tentu tak akan ada hati yang tak tergerak menyambut cinta yang kita berikan. Sungguh, cinta adalah keajaiban. Sesuatu yang tak akan dapat hadir dari sejumlah aturan, apalagi daftar panjang hak dan kewajiban. Ia hanya dapat hadir dari sejumlah ketulusan dan akhlaq terbaik yang kita hadirkan. Untuk menjemput satu kunci yang hanya dapat turun melalui berkahNya yaitu karuniaNya agar cinta dapat menjelma selamanya dalam hati kita.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah selama Beliau menikahi Khadijah ra dan mengarungi kehidupan bersamanya. Rasulullah tak pernah diam untuk mengusahakan agar cinta itu tetap tumbuh dan selalu dalam keadaan jatuh cinta.
Lihatlah betapa indahnya percakapan antara Rasulullah dan Khadijah berikut ini, “Duhai Dinda Khadijah, aku mencintaimu.” Maka Ibunda Khadijah pun menjawab, “Wahai Kakanda akupun mencintaimu bahkan sepuluh kali lipat lebih besar dari cintamu kepadaku.” Rasulullah kembali berkata, “Bagaimana jika cintaku kepadamu juga sepuluh kali lipat?” “Maka cintaku kepadamu akan menjadi seratus kali lipat.”
Subhanallah, indahnya jika pernikahan senantiasa disegarkan dengan kalimat-kalimat romantis seperti ini. Lebay (berlebihan)? Ya, cinta memang selalu lebay. Bila cinta tak lebay, maka mustahil bisa merekatkan dua orang dengan pribadi yang berbeda.
Karena itu, jangan pernah malu untuk mengekspresikan cinta Anda bahkan dengan cara yang paling lebay sekalipun. Seorang suami paling suka diperlakukan dengan cara yang istimewa, begitupun istri paling senang mendengar apa yang dinantikannya.
Tangga ke Surga
Lalu bagaimana jika hubungan kita dengan pasangan terlanjur kian terasa “adem ayem”? Maka pikirkanlah kembali apa yang Anda cari dalam pernikahan. Telaah kembali masak-masak apa yang membuat Anda dan dia bersedia menyatu dalam pernikahan. Bila alasannya adalah karena kecantikannya atau ketampanannya, karena status sosialnya, atau karena kemapanannya maka sudah saatnya Anda mengganti alasan-alasan tersebut menjadi alasan-alasan orang dewasa untuk jatuh cinta.
Sebuah syair Arab menggambarkannya dengan lebih gamblang, “Palingkanlah hatimu pada apa saja yang engkau cintai. Tidaklah kecintaanmu itu kecuali pada cinta pertamamu yaitu Allah Azzawajalla. Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang. Dan selamanya kerinduannya hanyalah pada tempat tinggalnya yang semula.”
Artinya, begitu banyak alasan seseorang untuk jatuh cinta. Semuanya berujung pada kerinduan seseorang pada sebuah romantisme yang menjadi udara dalam kebersamaan. Nah, bila ini yang kita inginkan, maka kembalilah pada Yang Paling berkuasa atas segala cinta yang ada di dalam dada. Jadikanlah cinta yang masih tersisa dalam hati kita sebagai modal untuk meraih cintaNya dengan cara-cara yang juga dicintaiNya. Salah satunya adalah dengan kembali membangun cinta pada pasangan kita. Sungguh, semuanya adalah untuk Allah, sebagaimana kita pun hidup di dunia ini untuk-Nya.
Sementara itu, surga yang kita impikan pun hanya dapat diraih dengan membangun tangga yang kuat untuk meraihnya. Jalinan yang mengikat anak-anak tangga itu menjadi kuat itulah yang bernama cinta. Karena itu, jangan biarkan anak-anak tangga yang kita persiapkan itu berserak sia-sia hanya karena kita tak mengikatnya dengan cinta yang kokoh. Inilah yang disebut dengan alasan orang dewasa bahkan orang beriman untuk jatuh cinta. Jatuh cinta selalu untuk saling mengantarkan ke surga.
Sebagaimana yang digambarkan dalam ayat 71 surat At-Taubah:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
Kemudian, agar cinta senantiasa merekah dan jatuh cinta menjadi keseharian, nasihat dari istri Auf bin Muhallim Asy-Syibani pada anaknya nampaknya layak untuk sama-sama kita pegang teguh;
“Jadilah engkau orang yang paling mengagungkan dirinya, maka dia akan jadi orang yang memuliakanmu. Jadilah engkau orang yang paling mendukungnya, niscaya ia akan menjadi orang yang setia berada di sisimu. Dan ketahuilah anakku, engkau tidak akan pernah sampai pada apa yang engkau cintai darinya sampai engkau mendahulukan keridaannya atas keridaan dirimu, dan keinginannya atas keinginanmu terhadap segala hal yang engaku senangi dan engkau benci. Semoga Allah memberi kebaikan atasmu dan melindungimu.”
Meski nasihat di atas diperuntukkan istri Auf bin Muhallim Asy-Syibani pada puterinya, alangkah indahnya bila kehendak untuk mengutamakan pasangan atas keinginan diri sendiri menjadi hal yang sama-sama kita perjuangkan. Agar kebagiaan dan cinta ada di hati kita dan juga di hatinya.
*Kartika Trimarti, ibu rumah tangga tinggal di Bekasi
www.hidayatullah.com

0 Komentar:

Posting Komentar