Keuangan Pasangan Muda

Oleh : Perencanaan Keuangan Sejahtera
Alhamdulillah bimbingan pra nikah mulai menggeliat di kota-kota besar, termasuk di kota Bandung. Mudah-mudahan keberadaanya dapat mendorong kehadiran di kota-kota lain, termasuk di daerah bukan perkotaan. Mengapa? Karena hal tersebut sudah menjadi kebutuhan. Tak heran bila pemerintah memfasilitasinya dengan menghadirkan BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) di era 60-an untuk mengurangi angka perceraian, diikuti dengan bimbingan pra-nikah dan keluarga sakinah dari KUA. Karena merasa masih kurang, seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi kemudian langkah ini disambut berbagai lembaga swadaya & profesi (termasuk bidang keuangan).
Kegelisahan pasangan muda yang hendak menikah kerap terjadi, baik mental maupun dalam menghadapai pernikahan itu sendiri, termasuk persoalan masa depan keuangan keuangan. Untuk itulah diperlukan bimbingan/ pelatihan yang dapat memberikan arahan yang baik. Pernikahan merupakan gerbang terbukanya misteri sepasang insan. Tak pelak, ada yang merencanakannya lebih lama dan lebih rinci, namun ada pula yang serba mendadak/ tiba-tiba. Walaupun secara fisik dan mental sudah dipersiapkan seiring dengan siklus pertumbuhan dan perkembangan manusia, umumnya untuk masalah keuangan menjadi persoalan kedua. Memang Alquran sendiri dalam surat Annur ayat ke-32, menegaskan: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan...... Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Apapun kondisi yang dihadapai, yang paling utama bagi lajang adalah membangun kebiasaan baik dalam mengelola keuangan sejak dini. Walaupun seyogianya melek finansial ini harus ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak, sehingga perencanaan keuangan (financial planning) bukan lagi sosok baru dalam kehidupan seseorang.
Seberapa pentingkah pembelajaran keuangan bagi pasangan muda? Untuk membangun generasi yang kuat, pastikan sebelum menularkan cerdas finansial pada keluarga (menikah), dalam diri Anda (lajang) sudah ada kebiasaan mengelola pendapatan dengan Life Style Financial (LSF) Check up! Yaitu senantiasa membagi keuangan dalam 3 pos besar (agar perencanaan keuangannya lebih nyunah); 1). 40% untuk modal kerja, 2). 30% untuk konsumsi kebutuhan dasar, dan 3). 30% untuk charity/ sedekah. Pada tahap ini sebenarnya tidak saja mengajarkan bijak dalam mengelola pendapatan, namun sesungguhnya sedang mengajarkan bijak dalam belanja. Kebiasaan yang dibangun adalah menggunakan pendapatan sesuai dengan budget/ anggaran yang sudah ditetapkan.




Selain itu, kebiasaan yang umum dilakukan adalah mengoptimalkan modal kerja dengan berinvestasi, sehingga modal kerja termanfaatkan untuk modal kerja aktif (produktif/ lebih cepat menghasilkan kembali). Setidaknya minimum 10% dialokasikan untuk investasi, menabung diluar kebutuhan tujuan keuangan yang ada (misalnya menabung untuk biaya pernikahan.
Untuk lengkapnya, berikut beberapa pos keuangan yang akan ada sehubungan dengan pernikahan;
1. Biaya pernikahan. Ada 2 pokok keuangan yang umumnya memerlukan biaya cukup besar dalam pernikahan, yaitu mahar dan walimah (makan-makan/ pesta). Para ulama telah sepakat bahwa mahar hukumnya wajib dan mengadakan walimah pernikahan hukumnya sunnah muakkadah. Walaupun bukan wajib, dalam tradisi walimah menjadi momen utama. Nah, untuk itulah diperlukan biaya-biaya. Dari mana sebaiknya biaya ini disisihkan. Sebenarnya ada 2 pos utama yang bisa dianggarkan, yaitu modal kerja dan charity. Mengapa? Pernikahan bisa menjadi modal kerja karena ada sebagian perusahaan yang menaikan pendapatan seseorang karena bertambahnya jumlah tanggungan, juga bagi pasangan yang sama-sama bekerja akan terjadi penggabungan pendapatan. Sementara alasan biaya pernikahan dianggarkan dari pos charity karena sesungguhnya bagian dari infaq/sedekah yang menjadi tanggungan.

2. Membuat perencaanaan dan mencatat aset/ membuat neraca (ada juga yang disertai perjanjian pernikahan pisah harta). Membuat anggaran dan mencatat pendapatan serta pengeluaran (arus kas/ cash flow) mungkin sudah biasa ketika lajang, namun untuk membuat neraca (laporan aset/ kekayaan pribadi) sangat jarang dilakukan. Maka setelah menikah sebaiknya dilakukan, selain untuk mengontrol kepemilikan aset (terkait juga dengan investasi dan waris), neraca sangat membantu melakukan evaluasi kesehatan keuangan.
3. Tempat tinggal (rumah) dan kebutuhan penunjang lainnya. Sebaiknya dianggarkan dari sebagian dari 1/3 pendapatan (40%) untuk modal kerja. Jadi keputusan diambil berdasarkan kemampuan untuk membeli tunai, mencicil, atau menyewa.
4. Persiapan kehadiran anggota baru. Mulai dari kehamilan, persalinan, aqiqah & tasyakuran. Pertimbangkan biaya-biaya anggota baru ini, termasuk kebutuhan fisik & psikis (didalamnya juga pendidikan). Dianggarkan dari sebagian dari 1/3 pendapatan (30%) untuk charity/ sedekah dan biaya konsumsi.
5. Indikator-indikator kesehatan keuangan lainnya, yaitu: dana darurat, asuransi, investasi (meningkatkan pendapatan), dll. Lajang dengan pasangan muda yang baru menikah memiliki perbedaan dalam indikator kesehatan keuangan, seiring dengan resiko yang ditimbulkan akibat adanya hubungan tanggung jawab (pernikahan). Misalnya dana darurat, ketika lajang min.3-6 bulan dari penghasilan, maka setelah menikah menjadi min.6 bulan-12 (bergantung resiko pekerjaan dan resiko tanggungan keluarga). Begitupun dengan asuransi. (Agus Rijal, S.E., Perencana Keuangan Syariah Independen. Pos Elektronik;

RIJAL1807@gmail.com. Layanan Pesan Singkat; 022-7678.5577, 0265-919.5577)***
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=165705


0 Komentar:

Posting Komentar